PBB Prediksi Covid-19 Bisa Jadi Penyakit Musiman

Jumat, 19 Maret 2021

Penampakan virus corona

Pekanbaru, Dentingnews.com -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan Covid-19 akan berkembang menjadi penyakit musiman.
Namun PBB memperingatkan bahwa pelonggaran tindakan terhadap pandemi tidak bisa hanya berdasarkan faktor meteorologi semata.

Lebih dari setahun setelah virus corona pertama kali muncul di China, sejumlah misteri masih menyelimuti penyebaran penyakit yang telah menewaskan hampir 2,7 juta orang di seluruh dunia itu.

Dalam laporan pertamanya, tim ahli mencoba menjelaskan salah satu misteri tersebut dengan memeriksa potensi pengaruh meteorologi dan kualitas udara pada penyebaran virus corona.

Mereka menemukan beberapa indikasi penyakit tersebut akan berkembang menjadi ancaman musiman.

Tim beranggotakan 16 orang yang dibentuk oleh Organisasi Meteorologi Dunia PBB menunjukkan bahwa infeksi virus pernapasan seringkali bersifat musiman, khususnya puncak musim gugur-musim dingin untuk influenza dan musim dingin untuk virus corona di daerah iklim sedang.

"Ini telah memicu harapan bahwa, jika terus berlanjut selama bertahun-tahun, Covid-19 akan terbukti menjadi penyakit musiman yang kuat," katanya dalam sebuah pernyataan, Kamis (18/3) seperti dikutip dari AFP.

Studi pemodelan mengantisipasi bahwa penularan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan penyakit Covid-19, dapat menjadi musiman seiring waktu.

Akan tetapi, dinamika penularan Covid-19 sejauh ini lebih banyak dipengaruhi oleh intervensi pemerintah seperti kewajiban memakai masker dan pembatasan perjalanan, daripada cuaca.

Oleh karena itu, tim tugas bersikeras bahwa cuaca dan kondisi iklim saja tidak boleh menjadi rujukan untuk melonggarkan pembatasan anti-Covid-19.

"Pada tahap ini, bukti tidak mendukung penggunaan faktor meteorologi dan kualitas udara sebagai dasar bagi pemerintah untuk melonggarkan tindakan untuk mengurangi transmisi," kata ketua tim tugas Ben Zaitchik dari departemen ilmu bumi dan planet di The John Hopkins University, Amerika Serikat.

Dia menunjukkan bahwa selama tahun pertama pandemi, infeksi di beberapa tempat meningkat pada musim panas, dan tidak ada bukti bahwa hal ini tidak dapat terjadi lagi di tahun mendatang.

Para ahli, yang hanya berfokus pada meteorologi luar ruangan dan kondisi kualitas udara dalam laporan tersebut, mengatakan penelitian laboratorium telah memberikan beberapa bukti bahwa virus bertahan lebih lama dalam cuaca dingin dan kering serta ketika ada radiasi ultraviolet yang rendah.

Tetapi masih belum jelas apakah pengaruh meteorologi "memiliki dampak berarti pada tingkat penularan dalam kondisi dunia nyata".

Mereka juga menyoroti bahwa bukti seputar dampak kualitas udara pada virus tetap "tidak meyakinkan".

Ada beberapa bukti awal bahwa kualitas udara yang buruk meningkatkan tingkat kematian Covid-19, tetapi polusi tidak secara langsung berdampak pada penularan SARS-CoV-2 melalui udara.(eci)