Jokowi Kaget Dengar Rumah RK Digeledah KPK
Warga Rohil Riau Meninggal Dunia di Malaysia, Diduga Bunuh Diri
Pertamina Jamin Stok BBM dan Elpiji di Riau Aman
Dishub Pekanbaru dan Petugas Gabungan Jaring 12 Travel Gelap
Fenomena 'Gray Divorce', Mengapa Banyak Lansia Bercerai?
.jpeg)
PEKANBARU,DENTINGNEWS----Pernikahan yang awalnya penuh kebahagiaan tak jarang mengalami kehancuran di kemudian hari, bahkan bagi mereka yang telah menikah belasan hingga puluhan tahun.
Menariknya, sebagian besar perceraian kini justru terjadi di usia lanjut. Fenomena ini dikenal dengan nama 'gray divorce', yaitu perceraian setelah usia 50 tahun. Jumlahnya meningkat drastis dalam beberapa dekade terakhir.
Pada 1990, hanya sekitar 8,7 persen perceraian yang melibatkan pasangan berusia 50 tahun ke atas. Namun, penelitian dalam The Journals of Gerontology yang dipimpin oleh Susan Brown, profesor sosiologi di Bowling Green State University menyatakan di 2019 angka ini melonjak menjadi 36 persen
Lantas, apa yang membuat para lansia ini memilih berpisah?
Ada banyak faktor yang berkontribusi, termasuk perubahan sosial dan ekonomi, serta harapan hidup yang lebih panjang. Berikut penyebab perceraian lansia meningkat, melansir Women's Health:
1. Dampak revolusi perceraian di era 1970-an.
Generasi Baby Boomers (kelahiran 1946-1964) menjadi kelompok yang paling sering bercerai di usia lanjut. Hal ini berkaitan erat dengan revolusi perceraian di era 1970-an, ketika pemutusan hubungan suami-istri menjadi lebih diterima secara sosial dan lebih mudah secara hukum.
Saat itu, perempuan juga mulai memperoleh lebih banyak hak, termasuk kebebasan finansial dengan pengesahan aturan Title IX (1972) dan Equal Credit Opportunity Act (1974).
Dengan semakin banyaknya perempuan yang mandiri secara ekonomi, mereka memiliki pilihan untuk meninggalkan pernikahan yang tidak membahagiakan.
2. Pernikahan kedua yang lebih rentan
Banyak pasangan yang bercerai di era 70-an kemudian menikah lagi, tetapi pernikahan kedua lebih cenderung tidak stabil. Susan Brown mengatakan bahwa pengalaman perceraian sebelumnya membuat norma pernikahan menjadi lebih fleksibel.
3. Harapan hidup yang lebih panjang
Di tahun 1960, rata-rata usia harapan hidup hanya 70 tahun. Namun, menurut CDC, angka ini meningkat menjadi 77,5 tahun pada 2022. Dengan hidup yang lebih panjang, orang-orang semakin enggan untuk bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia selama puluhan tahun lagi.
Terutama bagi perempuan, pernikahan di usia tua sering kali berarti menjadi perawat bagi pasangan yang sakit. Jika hubungan sudah tidak harmonis, menghadapi kondisi "dalam senang maupun susah" terasa semakin berat.
4. Pasangan yang berubah seiring waktu
Setiap individu terus berkembang sepanjang hidupnya, dan perubahan ini sering kali menyebabkan pasangan merasa tidak lagi cocok satu sama lain.
Susan Brown mengungkapkan bahwa dalam banyak kasus, gray divorce bukan disebabkan oleh perselingkuhan atau konflik besar, tetapi karena pasangan merasa telah tumbuh ke arah yang berbeda.
(aya/cnnindonesia)
Studi Temukan Kualitas Sperma Jadi Rahasia Panjang Umur
PEKANBARU,DENTINGNEWS----Studi terbaru menemu.